Gelembung aset (asset buble) terjadi ketika harga aset keuangan atau komoditas naik ke tingkat yang jauh di atas norma historis, nilai intrinsik aset, atau keduanya. Hal ini merupakan suatu siklus ekonomi dengan peningkatan yang sangat signifikan pada aset tertentu misalnya properti, keuangan, dan yang lainnya. Gelembung yang lama kelamaan meninggi ini akan pecah dan pada suatu saat akan jatuh ke titik terendah. Tentunya peningkatan signifikan ini akan berpengaruh pada nilai investasi sepeti harga saham, efek, dan lain sebagainya.
Beberapa bubble lebih mudah terprediksi daripada yang lain. Dalam hal pasar saham, angka penilaian tradisional dapat di gunakan untuk mengidentifikasi penilaian berlebihan yang ekstrim. Misalnya, indeks ekuitas yang di perdagangkan pada price-to-earnings ratio yang dua kali lipat rata-rata historis kemungkinan besar berada di wilayah gelembung. Meskipun analisis lebih lanjut mungkin di perlukan untuk membuat penentuan yang lebih meyakinkan.
Di bawah ini adalah gelembung aset terbesar dalam sejarah, tiga di antaranya telah terjadi sejak akhir 1980-an.
1. The Dutch Tulip Bubble
Tulipmania yang mencengkeram Belanda pada 1630-an adalah salah satu contoh gelembung aset irasional yang tercatat paling awal. Selama Dutch Tulip Bubble, harga tulip melonjak dua puluh kali lipat antara November 1636 dan Februari 1637 sebelum jatuh 99% pada Mei 1637, menurut mantan profesor ekonomi UCLA Earl A. Thompson.
Seperti biasanya yang terjadi gelembung ekonomi, Tulipmania berdampak besar pada penduduk Belanda. Dan pada puncaknya, beberapa umbi tulip memiliki harga yang lebih tinggi daripada harga beberapa rumah.
2. The South Sea Bubble
The south sea buble terjadi pada tahun 1720. Hal ini tercipta oleh serangkaian keadaan yang lebih kompleks daripada Tulipmania. The South Sea Company terbentuk pada tahun 1711 dan di janjikan akan di monopoli oleh pemerintah Inggris atas semua perdagangan dengan koloni Spanyol di Amerika Selatan. Berharap akan terulangnya kesuksesan East India Company, yang menyediakan perdagangan yang berkembang pesat bagi Inggris dengan India. Selanjutnya para investor mengambil alih saham South Sea Company.
Ketika para direkturnya membual cerita keberhasilan tentang kekayaan yang tak terbayangkan di Sout Sea (sekarang Amerika Selatan). Saham perusahaan melonjak lebih dari delapan kali lipat pada tahun 1720, dari £ 128 pada bulan Januari menjadi £ 1050 pada bulan Juni, sebelum runtuh pada bulan-bulan berikutnya dan menyebabkan krisis ekonomi yang parah.
3. Gelembung Real Estat dan Pasar Saham Jepang
Saat ini, kebijakan moneter yang terlalu stimulatif menjadi pemicu penggelembungan aset. Gelembung ekonomi Jepang tahun 1980-an adalah contoh klasik. Lonjakan 50% yen pada awal 1980-an memicu resesi Jepang pada 1986, dan untuk mengatasinya, pemerintah meluncurkan program stimulus moneter dan fiskal.
Langkah-langkah ini bekerja dengan sangat baik sehingga mendorong spekulasi yang tidak terkendali, yang mengakibatkan saham Jepang dan nilai tanah perkotaan meningkat tiga kali lipat antara tahun 1985 dan 1989. Pada puncak gelembung real estat pada tahun 1989, nilai harga Istana Kekaisaran di Tokyo lebih besar daripada nilai real estat di seluruh negara bagian California.
Gelembung aset pecah pada tahun 1991, menetapkan panggung untuk deflasi harga Jepang tahun-tahun berikutnya dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan yang di kenal sebagai lost decade.
4. The Dotcom Buble
Dalam hal skala dan ukuran, hanya sedikit gelembung aset yang cocok dengan dotcom buble tahun 1990-an. Pada saat itu, popularitas internet yang semakin meningkat memicu gelombang spekulasi besar-besaran dalam bisnis “ekonomi baru”. Hasilnya, ratusan perusahaan dotcom mencapai valuasi miliaran dolar segera setelah mereka go public.
Indeks Komposit NASDAQ, rumah bagi sebagian besar saham perusahaan teknologi / dot-com ini, melonjak dari level di bawah 500 pada awal 1990 ke puncak lebih dari 5.000 pada Maret 2000. Tak lama kemudian jatuh hampir 80% pada Oktober 2002 dan memicu resesi AS. Kali berikutnya mencapai titik tertinggi baru adalah pada tahun 2015, lebih dari 15 tahun setelah puncak sebelumnya.
5. Gelembung Aset Perumahan AS
Beberapa ahli percaya bahwa meletusnya gelembung dot-com NASDAQ menyebabkan investor AS masuk ke real estat. Hal ini terjadi karena kepercayaan yang salah bahwa real estat adalah kelas aset yang lebih aman. Sementara harga rumah di AS hampir dua kali lipat dari tahun 1996 hingga 2006. Dua pertiga dari kenaikan tersebut terjadi dari tahun 2002 hingga 2006, menurut laporan dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS.
Harga rumah AS mencapai puncaknya pada tahun 2006, dan kemudian memulai penurunan yang mengakibatkan rata-rata rumah di AS kehilangan sepertiga nilainya pada tahun 2009. Periode akhir tahun 2000-an ini kemudian dikenal sebagai resesi terparah.